Tuanku Imam Bonjol dilahirkan di Bonjol, Pasaman, Indonesia pada tahun 1772.
Beliau kemudiannya meninggal dunia di Manado, Sulawesi pada 6 November 1864 dalam usia 92 tahun dan dimakamkan di Khusus Lotak, Minahasa.
Tuanku Imam Bonjol bukanlah seorang Minahasa. Dia berasal dari Sumatera Barat.
"Tuanku Imam Bonjol" adalah sebuah gelaran yang diberikan kepada
guru-guru agama di Sumatra. Nama asli Imam Bonjol adalah Peto Syarif
Ibnu Pandito Bayanuddin.
Dia adalah pemimpin yang paling terkenal dalam gerakan dakwah di
Sumatera, yang pada mulanya menentang perjudian, laga ayam,
penyalahggunaan dadah, minuman keras, dan tembakau, tetapi kemudian
mengadakan penentangan terhadap penjajahan Belandayang memiliki semboyan Gold, Glory, Gospel sehingga mengakibatkan perang Padri (1821-1837).
Mula-mula ia belajar agama dari ayahnya, Buya Nudin. Kemudian dari
beberapa orang ulama lainya, seperti Tuanku Nan Renceh. Imam Bonjol
adalah pengasas negeri Bonjol.
Pertentangan kaum Adat dengan kaum Paderi atau kaum agama turut
melibatkan Tuanku Imam Bonjol. Kaum paderi berusaha membersihkan ajaran
agama islam yang telah banyak diselewengkan agar dikembalikan kepada
ajaran agama islam yang murni.
Golongan adat yang merasa terancam kedudukanya, mendapat bantuan dari
Belanda. Namun gerakan pasukan Imam Bonjol yang cukup tangguh sangat
membahayakan kedudukan Belanda. Oleh sebab itu Belanda terpaksa
mengadakan perjanjian damai dengan Tuanku Imam Bonjol pada tahun 1824.
Perjanjian itu disebut "Perjanjian Masang". Tetapi perjanjian itu
dilanggar sendiri oleh Belanda dengan menyerang Negeri Pandai Sikat.
Pertempuran-pertempuran berikutnya tidak banyak bererti, kerena
Belanda harus mengumpul kekuatanya terhadap Perang Diponogoro. Tetapi
setelah Perang Diponogoro selesai, maka Belanda mengerahkan pasukan
secara besar-besaran untuk menaklukan seluruh Sumatra Barat.
Imam Bonjol dan pasukanya tak mahu menyerah dan dengan gigih
membendung kekuatan musuh. Namun Kekuatan Belanda sangat besar, sehingga
satu demi satu daerah Imam Bonjol dapat direbut Belanda. Tapi tiga
bulan kemudian Bonjol dapat direbut kembali. Ini terjadi pada tahun
1832.
Belanda kembali mengerahkan kekuatan pasukanya yang besar. Tak
ketinggalan Gabernor Jeneral Van den Bosch ikut memimpin serangan ke
atas Bonjol. Namun ia gagal. Ia mengajak Imam Bonjol berdamai dengan
maklumat "Palakat Panjang", Tapi Tuanku Imam curiga.
Untuk waktu-wakyu selanjutnya, kedudukan Tuanku Imam Bonjol bertambah
sulit, namun ia tak mahukan untuk berdamai dengan Belanda.Tiga kali
Belanda mengganti panglima perangnya untuk merebut Bonjol, sebuah negeri
kecil dengan benteng dari tanah liat. Setelah tiga tahun dikepung,
barulah Bonjol dapat dikuasai, iaitu pada tanggal 16 Ogos 1837.
Pada tahun 1837, desa Imam Bonjol berjaya diambil alih oleh Belanda,
dan Imam Bonjol akhirnya menyerah kalah. Dia kemudian diasingkan di
beberapa tempat, dan pada akhirnya dibawa ke Minahasa. Dia diakui
sebagai pahlawan nasional.
Sebuah bangunan berciri khas Sumatera melindungi makam Imam Bonjol.
Sebuah relief menggambarkan Imam Bonjol dalam perang Padri menghiasi
salah satu dinding. Di samping bangunan ini adalah rumah asli tempat
Imam Bonjol tinggal selama pengasingannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar